Oleh: Chairun Nisa Rizky Purba
Pendidikan merupakan proses yang diupayakan untuk menciptakan manusia yang beretika, sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman dalam pemahaman, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi tinggi, memiliki kompetensi dalam mengungkapkan sesuatu baik melalui lisan ataupun tulisan, serta memiliki beberapa keterampilan. (Sistem Pendidikan Islam :18).
Kunci untuk mewujudkan tujuan pendidikan adalah sosok guru yang berilmu, karena guru merupakan kunci dari perbaikan pendidikan. (pendidikan islam: 7). Pengaruh guru sangat besar dalam proses mewujudkan pendidikan, hal tersebut dapat terbukti dengan banyaknya sahabat- sahabat hebat yang luar biasa dari segi kecerdasan maupun amalan disebabkan karena bimbingan dan dorongan dari guru yang luar biasa, yaitu Rasulullah. (Rasul Sang Guru: 26).
Keberhasilan Guru
Salah satu yang menjadi penyebab keberhasilan pendidikan adalah kesiapan diri dan ilmu seorang guru. (evaluasi pembelajaran: 86). Hal tersebut terbukti dengan keberhasilan kota Mekah.
Masyarakat Mekkah sendiri dulunya sangat mengalami kemerosotan di berbagai bidang seperti politik, sosial, dan agama, kemudian menjadi tertata dengan hadirnya Rasulullah dan ilmu yang beliau bawa, walaupun harus menjalani beberapa fase di dalamnya. Ini membuktikan betapa pentingnya kesiapan diri dan ilmu seorang pendidik. (Hadits Pendidikan: 18).
Islam memandang penting keberadaan ilmu disetiap diri manusia, sehingga mencari ilmu dihukumi sebagai suatu kewajiban. Hal tersebut dikarenakan ilmu memiliki kaitan erat dengan kebutuhan peningkatan taraf manusia, dan pembentukan peradaban. (Hadits Pendidikan: 70- 71).
Meniti Petunjuk
Guru yang merupakan sosok pewaris Rasulullah di bidang pendidikan, sangat penting memperhatikan ilmu- ilmu yang didapat dan yang ilmu- ilmu yang akan disampaikan kepada muridnya. Hal tersebut menjadi penting karena guru yang tidak memiliki ilmu dalam berfatwa memberikan dampak yang besar.
Ketika menyampaikan fatwa tanpa di dasari dengan ilmu yang benar merupakan upaya dari memaksakan dalil- dalil syar’i sebagai pembenaran atas pemahaman yang keliru. Perbuatan tersebut sangat dikhawatirkan, karena dapat menjadi jalan kesesatan bagi siapa yang mempercayainya. Sebagaimana yang tertera di dalam hadits:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. (HR. Bukhari)
Hati-Hati dalam Menjawab
Rasulullah sendiri sangat berhati- hati terhadap apa- apa yang beliau sampaikan. Jika beliau tidak mengetahui suatu perkara atau belum terlalu mengetahui suatu perkara maka beliau mengatakan dengan jujur bahwa beliau belum mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukan, tanpa merasa malu.
Setelah itu turunlah wahyu yang menjawab atas perkara yang belum diketahui oleh Rasulallah. Imam malik selaku imam besar di dalam islam juga pernah ditanya tentang 48 pertanyaan, dan 32 dari pertanyaan yang diajukan beliau jawab dengan “tidak tahu”. (Merekalah Teladan Kita:9)

Guru yang mendapatkan ilmu yang salah, tentunya sangat berpengaruh dengan ilmu yang akan guru sampaikan kepada muridnya. Akibatnya, tercipta lingkaran setan yang disebabkan oleh kekeliruan ilmu dan pendidikan, sehingga memunculkan pemimpin- -pemimpin yang keliru, tidak beradab, dan tidak memiliki pemahaman yang sejalan dengan harkat dan martabat yang Allah Ta’ala tetapkan. (Pendidikan Islam: 7).
Rasulullah sendiri berdoa agar terhindar dari ilmu- ilmu yang tidak bermanfaat dan tidak sesuai syariat.
“Rasulullah berdoa: Ya Allah, aku berlindung kepada- Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan”.
Berdasarkan doa yang Rasulullah panjatkan, menjadi pengajaran bagi setiap orang agar tidak mempelajari dan mengajarkan ilmu yang di dalamnya tidak mengandung kebermanfaatan dan tidak sesuai dengan neraca syariat yang lurus dan mulia. (Rasulullah Sang Guru: 86).
Berkata Tanpa Ilmus, dampakanya
Seorang guru yang menyampaikan fatwa tanpa didasari dengan ilmu terkadang disebabkan karena beberapa hal, di antaranya mengingat profesinya sebagai guru sehingga menjadikannya sungkan untuk menambah ilmu, merasa cukup dengan ilmu yang sudah didapat, tidak mencari reverensi dari sumber lain, kurangnya persiapan ketika ingin menyampaikan materi. (Kayfa Tushbih)
Hal tersebut menjadikan apa yang disampaikan kurang maksiamal, sehingga menyebabkan keragu- raguan, dan membuat murid menjadi kesulitan untuk mencerna apa yang disampaikan. (evaluasi pembelajaran: 86).
Pemahaman yang didapatkan secara tidak keseluruhan dicemaskan dapat menimbulkan pemahaman yang tidak sesuai, sehingga menimbulkan dampak yang besar. hal tersebut bukan menjadi obat dari kebodohan, namun justru menambah kebodohan.
Mengajarkan seseorang tanpa ilmu merupakan perbuatan yang sangat tercela, sebagaimana yang tertulis dalam al- Qur’an dan hadits agar manusia berhati-hati dalam perkara tersebut:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”. (QS. Al-Isra’: 36)
Rasulullah bersabda:
مَنْ أَفْتَى بِغَيْرِ عِلْمٍ لَعَنَتْهُ مَلاَئِكَةُ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Barangsiapa berfatwa tanpa ilmu, maka dilaknat oleh Malaikat langit dan bumi.”
Menjadi Guru Pintar
Melihat betapa besar dan hebatnya dampak dan balasan dari kosongnya ilmu ketika menyampaikan fatwa, maka hendaknya guru menyiapkan diri dengan:
- Memiliki pola pikir yang bersifat robbani
- Bersabar dalam proses belajar mengajar
- Senantiasa jujur dalam menyampaikan ilmu.
- Mengikuti berbagai seminar
- Update dengan ilmu yang berkaitan dengan pembelajaran
- Merujuk pada sumber
- Mengetahuai istilah- istilah yang detail
- Berteman dengan seseorang yang ahli/ berpengalaman (Kayfa Tushbih)