Oleh: Zufarudin Al Masyriqi
Pendahuluan
Keikhlasan Seorang Guru. Alhamdulillah segala puji bagi Allah Ta’ala. Dengan pertolongan-Nya kita dapat bertemu dalam ikatan keimanan. Sungguh itu merupakan nikmat dari Allah yang senantiasa harus kita syukuri. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat dan siapa saja yang komitmen terhadap sunnah-sunnahnya.
Imam Asy Syafi’i merupakan salah satu dari 4 imam madzhab terpopuler. Ia adalah pengarang kitab Al Umm, kitab yang membahas ilmu ushul fiqh pertama dalam sejarah. Ialah penemu ilmu ushul fiqh. Perannya terhadap Islam sangatlah besar. Namanya begitu terkenal, namun bukan itu yang ia inginkan.
Keikhlasan Imam Syafi’i
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, “Aku mendengar Asy Syafi’i berkata, ‘Aku ingin bahwasanya manusia mempelajari ilmu ini dan tidak dinisbatkan kepadaku sedikitpun darinya.” Ar-Rabi’ juga menuturkan, “Aku masuk menemui Asy-Syafi’i ketika ia sakit, lantas ia menanyakan keadaan sahabat-sahabat kami, lalu ia berkata, ‘Hai anakku, sungguh aku sangat ingin, bahwasanya manusia semuanya mempelajari –maksudnya kitab-kitabnya– dan tidak dinisbatkan kepadaku sedikitpun darinya.”
Dari Harmalah ia berkata, “Aku mendengar Asy Syafi’i berkata, “Aku ingin bahwasanya setiap ilmu yang kuajarkan kepada kepada manusia aku diberi pahala atasnya dan mereka tidak memujiku.” (Hilyatul Awliya’ oleh Abu Nu’aim: 9/118)
Begitu besar perjuangannya untuk membela dan menyebarkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mengelar Naashirus Sunnah (pembela sunnah). Perjuangannya membukukan sendi-sendi ilmu ushul fiqh untuk pertama kali dalam sejarah, sehingga terbukalah kunci-kunci ilmu fiqh bagi orang-orang sesudahnya. Namun ia tidak ingin orang memujinya, tidak ingin manusia menyebut-nyebut jasanya sedikitpun. Demikianlah ketulusan para ulama, jauh dari keinginan tenar dan tersohor, jauh dari ‘ujub dan sum’ah.
Adapun penuntut ilmu hari ini. Tidak sedikit yang bangga hanya karena menulis satu, dua atau beberapa artikel yang itupun isinya mencomot (copy paste) dari sana dan sini. Bangga karena gelar kesarjanaannya. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan kepada kita keikhlasan dalam beramal, dan menjauhkan kita dari penyakit riya’, ‘ujub dan hubbusy syuhrah (cinta ketenaran), amin.
Sebuah Keikhlasan
Niat shahihah (benar) tertuntut ada di setiap amalan, termasuk dalam bidang pendidikan. Hanya mengharap ridho Allah ketika mengajar maupun ketika belajar terutama ketika mempelajari ilmu syar’i. Menjaga kemurnian niat (ikhlas) membutuhkan mujahadah yang besar, karena ia harus terpelihara dari awal memulai amalan hingga setelah amalan tersebut selesai. Dan niat adalah sebab qobulnya amalan.
Ikhlas adalah sifat terpuji yang harus dimiliki setiap guru. Guru yang memiliki sifat ikhlas, tidak akan pernah merasa berat dalam menjalankan setiap tugas dan pekerjaan. Sebab sifat ikhlas dapat meringankan beban dan perasaan berat dalam mengerjakan suatu amalan. Suatu amalan yang dilakukan tanpa keikhlasan tidak akan mendatangkan kebaikan, baik bagi subyek (pelaku)nya maupun bagi pihak lain yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.
Secara harfiyah, ikhlas artinya tulus dan bersih. Adapun menurut istilah ikhlas ialah mengerjakan suatu kebaikan dengan semata-mata mengharap ridho Allah Ta’ala. Bagi orang yang ikhlas, suatu perbuatan baik tiada harus dikaitkan dengan imbalan, melainkan semata-mata karena Allah Ta’ala. Jadi meskipun tidak mendapatkan imbalan apapun dan dari manapun, akan tetap melakukan perbuatan baik tersebut.
Allah ta’ala berfirman dalam QS. Al Bayyinah ayat 5, artinya : “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, dan demikian itulah agama yang lurus (benar).”
Keikhlasan Seorang Guru
Guru yang ikhlas dalam mengajar dan beramal kebaikan, tidak akan merasa terpaksa atas perbuatannya tersebut. Ia akan menikmati setiap proses pembelajarannya, ia tidak terlalu bangga dengan pujian yang datang, begitu pula tidak mengerutu bila ada yang mencelanya. Guru yang ikhlas merasa senang dan gembira, karena hanya ridha Allah yang diinginkan.
Ikhlas dan tulus atas tindakan dan ucapan merupakan sikap terpuji, dan mengandung nilai-nilai yang sangat luhur dan mulia. Klasifikasi nilai-nilai luhur berakhlaq ikhlas dapat sebagai berikut :
- Tidak berharap imbalan apapun kecuali ridha Allah semata.
- Mengerjakan sesuatu atas kesadaran sendiri, bukan karena adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain.
- Mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati, tanpa ada rasa sungkan dan malas apalagi merendahkan atas pekerjaannya tersebut.
- Tidak girang ketika mendapat pujian, dan tidak benci ketika mendapat cacian dan celaan.
- Bersedia menerima masukan, saran dan kritik dari orang lain dengan senang hati.
Meraih Keikhlasan
Terbiasa berperilaku ikhlas merupakan suatu perbuatan terpuji yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim. Oleh sebab itu, hendaknya kita mulai membiasakan diri berakhlak ikhlas dalam setiap ucapan dan perbuatan. Dalam upaya membiasakan diri berakhlak ikhlas, ada baiknya memperhatikan beberapa hal berikut ini :
- Tanamkan kesadaran dalam hati bahwa apa yang kita miliki hanya titipan Allah.
- Luruskan niat pada setiap melakukan amal perbuatan, semata-mata hanya ingin mendapatkan ridha Allah.
- Dalam beramal jangan pilih kasih, melainkan harus memandang semua orang sama.
- Lupakan setiap amal kebaikan yang dia lakukan, agar tidak memiliki rasa angkuh dan sombong.
- Berdo’alah kepada Allah ta’ala. agar Allah memberikan kekuatan dalam berakhlaq ikhlas
Kesimpulan
Begitu pentingnya niat ikhlas dalam setiap amalan seorang guru. Karena setiap amalan ukura dari niatnya. Tanpa ikhlas, akan menjadi sia-sia keringat seorang guru yang menetes di lantai kelas ketika mengajarkan ilmunya, juga rugi waktu dan umurnya terlewatkan tanpa mendapat balasan dari Allah ta’ala. Semoga Allah selalu menjaga niat kita dalm setiap amal perbuatan kita dan menjauhkan kita dari sifat riya’. amiin. Keikhlasan Seorang Guru.