Ketika Murid Khilaf: Bijak Menegur, Lembut Membimbing

No comments
shallow focus photo of a male coach looking over his students
Photo by cottonbro studio on Pexels.com

Mendampingi anak dalam mencapai target pendidikan yang baik adalah tugas yang membutuhkan kesabaran. Anak-anak sering kali menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan pendidiknya. Kenakalan terjadi di sana-sini, baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi seorang pendidik, baik orang tua maupun guru.

Dalam kondisi ini, seorang guru dituntut untuk kreatif dalam mencari solusi. Ia juga harus memperkuat kesabaran dalam menghadapi perilaku kurang baik dari peserta didiknya. Mengingat bahwa sikap guru dalam menghadapi murid merupakan bagian dari pendidikan yang secara langsung diterima oleh anak didik. Cara guru merespons kesalahan murid akan menjadi contoh bagi mereka dalam menyelesaikan masalah serupa di kemudian hari.

Sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Abdullah Ad-Duwais (2005: 80):
“Sabar dalam menghadapi perilaku kurang ajar dan tabah menanggung kebiasaan buruk orang lain termasuk akhlak yang terpuji. Kita berusaha membangun akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak kita. Bukankah pendidikan dengan keteladanan lebih menyentuh daripada sekadar ucapan? Bagaimana menurutmu, wahai guru saudaraku, ketika muridmu terbiasa melihatmu selalu sabar menghadapi perilakunya yang kurang baik dan memaafkan kesalahannya selama tidak menodai kehormatan? Jika memang harus diperingatkan, maka lakukanlah dengan isyarat yang baik dan nasihat yang lembut.”

Proporsional dalam Mengoreksi Kesalahan Anak

Kesalahan memang tidak boleh dibiarkan, namun cara menyelesaikannya menjadi hal penting yang perlu perhatian khusus. Dalam hal ini, guru hendaknya bersikap proporsional dalam menegur kesalahan murid. Dalam tegurannya, hendaknya tetap mencerminkan akhlak seorang pendidik yang baik.

Terkait dengan hal ini, Ibnu Jama’ah menyampaikan:
“Hendaknya guru memperhatikan kemaslahatan muridnya, bergaul dengannya seperti bergaul dengan anaknya sendiri, mengasihinya, menyayanginya, berbuat baik kepadanya, dan sabar terhadap kenakalannya. Kadang terjadi kekurangan pada dirinya, sebagaimana manusia tidak ada yang luput dari kesalahan, dan kadang pula muncul perilaku kurang ajar. Maka hendaknya guru membuka pintu maafnya selebar mungkin. Meskipun demikian, guru tetap harus menghentikan kesalahan murid dengan nasihat dan kasih sayang, bukan dengan kekerasan dan kekasaran. Tujuan dari semua ini adalah untuk mendidiknya dengan baik serta memperbaiki akhlak dan perilakunya.”

Urutan dalam Memperbaiki Kesalahan

Dalam meluruskan kesalahan anak, diperlukan langkah yang bertahap sesuai dengan kondisi anak. Jika cukup dengan isyarat, maka gunakanlah isyarat tanpa perlu berlebihan dengan tindakan yang tidak proporsional.

Imam Al-Ghazali mengatakan:
“Mengingatkan murid atas perilaku buruknya dengan cara sindiran selama hal itu memungkinkan, bukan secara terang-terangan, serta dilakukan dengan penuh kasih sayang, bukan cemoohan.”

Ibnu Jama’ah juga menjelaskan:
“Jika murid cukup memahami dengan isyarat—karena kecerdasannya—maka tidak perlu menggunakan kata-kata langsung. Namun, jika tidak, maka dapat dilakukan dengan teguran secara terang-terangan dengan tetap memperhatikan tahapan kasih sayang.”

Senada dengan itu, Imam An-Nawawi juga menegaskan bahwa:
Guru hendaknya memperlakukan murid seperti anaknya sendiri, menunjukkan kasih sayang, bersabar terhadap kenakalan dan perilaku kurang ajarnya, serta memaafkan keburukan akhlaknya yang kadang-kadang terjadi. Sebab, tidak ada manusia yang luput dari kekurangan.”

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tahapan dalam menegur kesalahan murid. Pertama, menegur dengan isyarat. Kedua, jika isyarat belum cukup, maka gunakan teguran dengan kalimat yang tegas dan jelas, namun tetap dalam bingkai kasih sayang. Sebagaimana orang tua menyayangi anaknya, demikian pula seorang guru harus menyayangi murid-muridnya.

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar