Berkonflik dengan orang lain, terutama dengan anak sendiri, bisa berdampak negatif. Meskipun kita berada di pihak yang benar, mempertahankan konflik justru dapat memperburuk keadaan. Remaja, khususnya, lebih rentan terhadap konflik dibandingkan anak-anak yang lebih kecil. Jika pengelolaan tidak baik, konflik ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan emosional dan menghambat perkembangan mereka.
Sebagai orang tua dan guru, kita perlu memahami cara mengelola konflik dengan remaja agar hubungan tetap harmonis dan mendukung pertumbuhan mereka. Berikut beberapa strategi efektif untuk menghindari konflik dengan remaja:
1. Libatkan Remaja dalam Kegiatan yang Mereka Sukai
Remaja lebih bersemangat jika mereka terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan minatnya. Dengan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka sukai, kita dapat membangun kedekatan dan menghindari gesekan yang tidak perlu.
Banyak anak terlihat pasif karena mereka tidak tahu harus berbuat apa atau takut melakukan kesalahan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru untuk mengajak mereka aktif dalam kegiatan yang mereka sukai. Selain itu, keterlibatan ini juga akan membantu mereka lebih mandiri dan siap menghadapi berbagai tantangan. Menurut Maria Montessori, kemandirian adalah salah satu ciri anak yang siap menghadapi kehidupan selanjutnya melalui kegiatan practical life (Kamil & Asriyani, 2023).
2. Latih Keterampilan Sosial Remaja
Kemampuan bersosialisasi sangat penting dalam kehidupan. Anak yang kurang terlatih dalam interaksi sosial bisa mengalami kesulitan menjalin hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, mereka perlu dilatih untuk berinteraksi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Interaksi sosial adalah keterampilan yang harus dilatih. Ajaklah anak untuk terlibat dalam momen-momen tertentu yang melibatkan banyak orang. Ini akan membantu mereka mengembangkan kepekaan sosial dan keterampilan komunikasi. Keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki peran penting dalam membina moral anak. Sayangnya, saat ini terjadi penurunan moral yang signifikan di kalangan remaja akibat degradasi moral (Nurmalisa & Adha, 2016). Dengan pelatihan sosialisasi yang baik, anak bisa lebih mudah memahami lingkungan sekitar dan mengurangi potensi konflik.
3. Berikan Ruang bagi Remaja untuk Mengekspresikan Diri
Anak yang tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya cenderung merasa tertekan. Masalah yang sepele bisa menjadi besar jika mereka tidak memiliki tempat untuk berbagi. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru untuk menyediakan ruang aman bagi mereka untuk berbicara.
Menjadi pendengar yang baik adalah kunci dalam membangun kepercayaan diri remaja. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh akan membantu mereka merasa lebih dihargai dan meningkatkan kepercayaan dirinya. Jika anak merasa diabaikan, mereka bisa merasa tidak berharga dan kurang layak untuk diperhatikan, yang berdampak negatif pada rasa percaya diri mereka (Fabiani & Krisnani, 2020).
Kesimpulan: Ubah Konflik Menjadi Kesempatan untuk Mendekatkan Diri
Dengan memahami dan memenuhi kebutuhan psikologis anak, kita bisa menghindari konflik yang tidak perlu dan membantu mereka tumbuh dengan baik. Alih-alih membiarkan konflik merusak hubungan, jadikanlah tantangan ini sebagai peluang untuk mendekatkan diri kepada mereka dan memberikan bimbingan yang lebih baik.
________________________________________
Referensi:
• Fabiani, R. R. M., & Krisnani, H. (2020). Pentingnya peran orang tua dalam membangun kepercayaan diri seorang anak dari usia dini. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 40.
• Kamil, N., & Asriyani, S. (2023). Analisis penerapan metode Montessori pada aspek kemandirian anak melalui kegiatan pembelajaran practical life. Jurnal Buah Hati.
• Nurmalisa, Y., & Adha, M. M. (2016). Peran lembaga sosial terhadap pembinaan moral remaja di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 1(1), 64–71.