Menjadi Guru Sejati – Bersih Hati dari Dengki #1

No comments
Menjadi Guru Sejati Bersih Hati dari Dengki
Menjadi Guru Sejati Bersih Hati dari Dengki

Oleh: Ummi Kultsum F

Menjadi Guru Sejati – Bersih Hati dari Dengki. Dengki bahasa lainnya adalah hasad. Hasad merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Pengaruhnya sangat besar terhadap pemiliknya maupun orang lain. Penyakit ini memang tidak nampak keberadaannya, namun  orang lain bisa merasakannya. Dengki dapat menghanguskan segala kebaikan seseorang, Rasulullah mengatakan,

“Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering)”.

Hasad bisa menjangkiti siapapun, tua atau muda kaya ataupun miskin. Termasuk kepada orang yang kita anggap sangat bijaksana, yaitu guru. Guru merupakan pekerjaan yang sangat mulia, dan menjadi seorang guru adalah suatu keutamaan tersendiri bagi seseorang.

Guru Profesi Mulia

Karena begitu mulianya profesi ini maka menjadi seorang guru dituntut untuk selalu menjadi pribadi yang baik karena tugas utama seorang guru adalah untuk membentuk pribadi yang baik pada anak.

Oleh karena itu seorang guru harus menjaga diri dari segala bentuk penyakit hati yang dapat menghalangi tarbiyahnya kepada anak didik. Karena kebaikan dan keburukan pada diri seorang guru sangat berpengaruh terhadap jiwa anak didiknya . Termasuk penyakit penyakit hasad. Seorang guru harus menjaga hatinya dari penyakit tercela tersebut karena dampak dari penyakit tersebut begitu besar terhadap anak didiknya.

Kala Guru Memiliki Dengki

Ketika seorang guru memendam perasaan hasad kepada orang lain terkhusus kepada anak didiknya maka hal ini akan menghalangi kebaikan diantara keduanya. Tidak hanya sebatas itu segala hal yang dilakukan oleh muridnya hanya akan menjadi api penyulut kedengkiannya kepada anak-anak didiknya, sehingga proses tarbiyah tidak berjalan dengan baik dan pasti akan ada dampak-dampak negative lainnya yang muncul bahkan lebih besar. Oleh karena itu seorang guru senantiasa harus menyadari akan bahaya hasad dan pengaruhnya terhadap dirinya sebagai seorang guru agar ia dapat terhindar dari penyakit tercela tersebut.

Zoom Out Dengki

Oleh karena itu dalam tulisan singkat ini penulis akan mencoba mengupas tuntas pembahasan seputar dengki. Dalam tulisan ini juga akan penulis hadirkan ancaman bagi perilaku dengki berdasarkan Al-Qur_an & As-Sunnah, selain itu penulis juga akan membahas bentuk perilaku dengki seorang guru dan cara guru untuk menghindarinya juga menyikapi guru ketika dengki dan ada beberapa kisah berhikmah tentang pelaku hasad dan fenomena-fenomena yang terjadi hari ini berkenaan dengan penyakit dengki ini.

Mengenal Dengki

Dengki atau Hasad berasal dari bahasa arab yaitu حَسَدَ يَحْسِدُ وَيَحْسُدُ (hasada-yahsudu/yahsidu). Sifat hasud merupakan kebalikan dari sifat ghibtah (ikut bahagia atas nikmat yang di terima orang lain).[1]

Hasad menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dapat diartikan sebagai dengki. Sedangkan dengki menurut KBBI ialah menaruh perasaan benci yang amat sangat ketika melihat kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain dan berusaha menghilangkan kenikmatan itu sendiri.[2]

Kata hasad ( الحسد) dalam bahasa indonesia sering diterjemahkan dengan iri atau dengki. Seseorang yang dikatakan iri, berarti ia sedang dalam kondisi tidak suka dengan sesuatu berupa nikmat yang didapatkan oleh orang lain. Awalnya, ia berharap mendapatkan hal serupa untuk dirinya, lalu berlanjut kepada keinginan untuk memusnahkan nikmat yang ada pada orang lain tersebut.

Sebagian ahli bahasa menyebut kata حسدberakar dari حسدل (hasdal) bermakna kutu, sebagaimana kutu dapat melukai kulit badan seseorang serta mengisap darahnya, hasad pun melakukan hal serupa pada ruh dan jiwa orang yang hasud.[3]

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: Hasad adalah seseorang berangan-angan hilangnya nikmat dari orang yang berhak.[4]

Dalil Haramnya Hasad

Menurut Al-Qur_an :

ودَّ كَثِير مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا حَسَدا مِّنۡ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ

ٱلۡحَقُّۖ فَٱعۡفُواْ وَٱصۡفَحُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡء قَدِير

“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Al-Baqarah : 109 )

Menurut As-Sunnah

Nabi bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ ». أَوْ قَالَ « الْعُشْبَ

“Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering)”.

لاَ تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ

إِخْوَانًا

“Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.” ( HR. Muslim)

Menurut Ulama

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan “ Hasad ( dengki ) adalah dosa yang pertama kali dilakukan di langit dan di bumi. Di langit adalah dengkinya iblis kepada nabi Adam ‘alaihi salam dan di bumi adalah dengkinya Qabil kepada Habil.

Macam-macam Hasad[5] :

  1. Golongan yang tidak menampakkan sikap hasadnya. Menurut Hasan Al-Bashri terbagi menjadi 2 golongan : [6]
    • Tidak mampu menghilangkan sifat hasad
    • Hasad timbul dalam kesadaran penuh, tapi tidak muncul dalam sikap dan tindakan, tapi justru berusaha mendapatkan seperti apa yang telah diraih orang menjadi obyek dengkinya
  2. Golongan yang berkeinginan nikmat yang ada pada orang lain hilang meski tidak berpindah padanya. Orang yang hasad lebih punya keinginan besar nikmat orang lain itu hilang, bukan bermaksud nikmat tersebut berpindah padanya.
  3. Golongan yang berkeinginan nikmat yang ada pada orang lain hilang lalu berkeinginan nikmat tersebut berpindah padanya. Tingkatan hasad ketiga ini sama haramnya namun lebih ringan dari yang kedua.
  4. Tidak punya maksud pada nikmat orang lain, namun ia ingin orang lain tetap dalam keadaannya yang miskin dan bodoh. Hasad seperti ini membuat seseorang akan mudah merendahkan dan meremehkan orang lain.
  5. Tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, namun ia ingin orang lain tetap sama dengannya. Jika keadaan orang lain lebih dari dirinya, barulah ia hasad dengan menginginkan nikmat orang lain hilang sehingga tetap sama dengannya. Yang tercela adalah keadaan kedua ketika menginginkan nikmat saudaranya itu hilang.
  6. Menginginkan sama dengan orang lain tanpa menginginkan nikmat orang lain hilang. Inilah yang disebut dengan ghibthohsebagaimana terdapat dalam hadits berikut.[7]

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى

بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.[8]

Bahaya hasad[9]

Mengancam akidah dan keimanan

Hal ini karena orang yang hasad itu tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain artinya ia tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan

Selanjutnya Rasulullah juga mengingatkan, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menghapus kebaikan

Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering.

Menyengsarakan dan mengotori hati

Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Lambat laun hatinya akan terisi dengan kebencian, kemarahan dan hal itu dapat mengotori hati.

Menyebabkan menolak kebenaran

Iblis menolak bersujud kepada Adam ‘alaihissalam karena sifat takabbur dan hasadnya kepada beliau. Demikian juga orang-orang Yahudi menolak kenabian Muhammad rasulullah karena sifat hasad diri Nabi shalallahu’alaihi wasallam.

Menjadikan diri menyerupai karakter Iblis dan orang-orang Yahudi

Diantara ciri yang paling melekat pada Iblis dan diri orang-orang Yahudi adalah sifat hasad yang melekat kepada kedua. Iblis Hasad kepada Adam sedangkan Yahudi hasad kepada umat Islam dari dahulu hingga sekarang.

Menyebabkan kufur nikmat

Hal ini karena orang yang hasad akan selalu melihat nikmat yang ada pada orang lain dan ia lupa terhadap nikmat yang diberikan Allah kepadanya, bahkan kemudian meremehkan dan mengingkari nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya, Allah ta’ala mengancam

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:7).

Hasad adalah akhlak tercela

Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll.[10]

Hasad dapat memecah belah persatuan

Karena orang yang hasad akan melakukan apapun demi kepentingannya meskipun harus mengadu antar saudara. Menjadi Guru Sejati – Bersih Hati dari Dengki.

Bersambung….

_____________________

Sumber

[1] http://alhassanain.org/

[2] KBBI : 194

[3] Zubaidi, Tajul Arus,

[4] http://www.konsultasislam.com/

[5] Syaikh Musthofa Al Adawi, Fiqhul Hasad, Darus Sunnah, cetakan pertama, tahun 1415 H.

[6] https://albadar.id/

[7] Syaikh Jamaludin Al-Qasimi, Ihya’ Ulumuddin Imam Al-Ghazali, cet kelima, Darul Falah, 2016

[8] HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816

[9] http://www.konsultasislam.com/

[10] https://muslim.or.id/

Also Read

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar