Anak yang dulu menggemaskan kini telah menginjak usia baligh. Memori masa kecilnya—dari bayi yang tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, belajar berjalan, hingga berbicara belepotan dengan kelucuan khasnya—masih terasa begitu dekat di ingatan. Namun, tanpa terasa, waktu mengantarkannya ke fase baru dalam hidupnya.
Baligh, sebuah tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan, membawa perubahan fisik, emosional, dan psikologis yang signifikan. Sebagai orang tua, menyaksikan perubahan ini menghadirkan perasaan bangga sekaligus khawatir. Bangga karena perjalanan mendidik dan merawat anak membuahkan hasil, tetapi juga khawatir karena masa transisi ini sering kali menentukan arah kehidupan anak di masa depan.
Tantangan Masa Baligh: Kenakalan Remaja dan Risiko Sosial
Banyak remaja mengalami kesulitan dalam menavigasi perubahan ini, yang jika tidak didampingi dengan baik, dapat berujung pada perilaku menyimpang. Berdasarkan laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2022, sekitar 2,29 juta remaja di Indonesia terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, dengan tren yang terus meningkat. Selain itu, berbagai bentuk kenakalan remaja seperti tawuran, perang sarung, dan balap liar juga semakin marak terjadi. Tribunnews melaporkan bahwa di Kota Pontianak, sejak Agustus 2024 hingga sekarang, kasus-kasus tersebut terus meningkat, bahkan hingga menyebabkan korban jiwa.
Melihat realitas ini, orang tua perlu mengambil peran aktif d alam mendampingi anak selama masa baligh agar mereka tetap berada di jalur yang benar.
Kesalahan Orang Tua yang Menjauhkan Anak
Kedekatan orang tua menjadi faktor penting dalam mendukung perkembangan anak di usia baligh. Sayangnya, beberapa kebiasaan tanpa disadari justru menjauhkan anak dari orang tua. Musthofa Abu Said (2017: 57) merinci beberapa sikap orang tua yang bisa membuat anak merasa diabaikan:
- Tidak mengikuti aktivitas keseharian anaknya.
- Tidak menanyakan bagaimana anak berangkat dan pulang dari suatu tempat.
- Tidak menunjukkan ketertarikan pada kegiatan belajar dan perkembangan intelektual anak.
- Tidak berusaha mendekati anak untuk berbincang, bahkan sekadar basa-basi.
- Tidak memberikan perhatian saat anak pergi atau pulang sekolah.
- Tidak menyediakan waktu berkualitas bersama keluarga.
- Tidak mengontrol akses anak terhadap internet dan media hiburan.
Kebiasaan-kebiasaan ini bisa membuat anak merasa kehilangan sosok andalan, sehingga mereka mencari pelarian di luar rumah yang belum tentu positif.
Membangun Kedekatan dan Kepercayaan dengan Anak
Agar anak tetap terbuka kepada orang tua, diperlukan upaya untuk mempererat keterikatan emosional dengan mereka. Berikut beberapa langkah yang bisa Anda lakukan:
- Bangun Komunikasi yang Hangat
Biasakan berbicara dengan anak, bukan hanya saat menegur atau memberi nasihat, tetapi juga untuk mendengarkan keluh kesah mereka. - Terlibat dalam Kehidupan Anak
Orang tua sebaiknya menunjukkan ketertarikan pada hobi, kegiatan sekolah, serta pergaulan anak agar mereka merasa mendapat diperhatikan. - Berikan Ruang dan Kepercayaan
Hindari sikap terlalu mengekang, tetapi tetap pastikan anak memiliki batasan yang jelas. - Sediakan Waktu Bersama
Makan malam bersama, diskusi ringan sebelum tidur, atau aktivitas keluarga di akhir pekan dapat menjadi momen berharga untuk memperkuat ikatan emosional. - Jadilah Contoh yang Baik
Anak lebih mudah meniru perilaku daripada sekadar menerima nasihat. Oleh karena itu, tunjukkan akhlak dan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Masa baligh adalah fase penting yang menuntut perhatian dan pendampingan dari orang tua. Dengan menjaga komunikasi yang baik, meningkatkan keterlibatan dalam kehidupan anak, serta menyediakan waktu berkualitas bersama, orang tua dapat membantu anak melewati masa ini dengan lebih baik. Dengan demikian, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, bertanggung jawab, dan tetap menjadikan orang tua sebagai tempat pertama untuk berbagi masalah dan mencari solusi.