Oleh: Muhammad Hasan Basri
Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, pembahasan tentang hilal selalu menjadi topik menarik. Banyak pihak, baik ahli syariat maupun ahli astronomi, memberikan pandangan mereka mengenai penentuan awal bulan Hijriyah. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara ringkas perbedaan pendapat yang ada agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam tanpa mengabaikan substansi pentingnya.
A. Perbedaan Pendapat dalam Mathla’
Salah satu perdebatan utama dalam penentuan hilal adalah mengenai mathla’, yaitu sudut pandang terhadap bulan dari bumi. Secara umum, terdapat dua pendapat utama:
1. Wihdatul Mathla’ (Kesatuan Sudut Memandang)
Pendapat ini menganggap bahwa bumi merupakan satu kesatuan astronomi. Oleh karena itu, jika hilal terlihat di satu tempat, maka berlaku untuk seluruh belahan bumi lainnya. Namun, ada tambahan kaidah yang perlu diperhatikan: bagian barat mengikuti bagian timur, bukan sebaliknya. Indonesia sebagai salah satu negara di belahan timur tidak perlu mengikuti laporan rukyatul hilal dari negara yang lebih barat.
Beberapa negara yang lebih timur dari Indonesia antara lain:
– Kiritimati
– Selandia Baru
– Papua Nugini
– Fiji
– Sebagian Rusia
– Sebagian besar Australia
– Jepang
– Korea Selatan
– Dili
– Thailand
– China
– Filipina
2. Ta’addudul Mathali’ (Perbedaan Sudut Memandang)
Pendapat ini menyatakan bahwa setiap daerah memiliki sudut pandang hilal yang berbeda berdasarkan lokasi geografis dan zona waktu. Oleh karena itu, tidak berlaku penampakan hilal di suatu wilayah untuk wilayah lain.
Namun, ada batasan yang dapat diterapkan, yaitu jika suatu daerah berjarak 82 km (bolehnya shalat qashar) dari wilayah lain atau memiliki waktu shalat yang masih sama (selisih sekitar 1-2 jam), maka daerah tersebut masih satu mathla’ meskipun berbeda negara.
B. Standar Penentuan Hilal
Ada beberapa metode dalam menentukan awal bulan Hijriyah, di antaranya:
1. Wujudul Hilal
Pendekatan ini menentukan bulan baru dengan tiga syarat:
– Terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam
– Bulan terbenam setelah matahari terbenam
– Hilal sudah berada di atas ufuk saat matahari terbenam
Pendapat ini berlandaskan pada pemahaman bahwa dalil tentang rukyatul hilal adalah perintah mencari tahu keberadaan hilal tanpa harus melihatnya secara langsung. Namun, titik lemahnya adalah tidak sepenuhnya sesuai dengan lafaz zahir dalil.
2. Imkanur Rukyat
Metode ini menentukan awal bulan dengan kemungkinan hilal dapat terlihat, tanpa harus benar-benar terlihat secara kasat mata. Indonesia dan beberapa negara tetangga menggunakan kriteria MABIMS yang menetapkan standar:
– Ketinggian hilal minimal 3 derajat
– Sudut elongasi minimal 6,4 derajat
Standar ini diambil berdasarkan pengalaman rukyat yang pernah berhasil.
3. Rukyat Haqiqi
Pendekatan ini mengharuskan hilal benar-benar terlihat secara langsung dengan mata normal. Jika hilal tidak terlihat pada hari ke-29, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari. Metode ini lebih sesuai dengan lafaz zahir dalil, tetapi membutuhkan pengamatan yang konsisten dan terstruktur.
C. Metode yang Digunakan
Dalam menentukan hilal, ada beberapa metode yang umum digunakan:
1. Hisab
Hisab adalah metode perhitungan posisi benda astronomi secara matematis. Meskipun akurat, metode ini memiliki titik lemah karena tidak sepenuhnya selaras dengan lafaz zahir dalil.
2. Rukyat
Metode ini mengandalkan pengamatan langsung, baik dengan mata telanjang maupun alat bantu seperti teleskop. Dalam fikih, terdapat ketentuan bahwa:
– Kesaksian satu orang adil cukup untuk menentukan awal Ramadhan
– Untuk awal Syawal, dibutuhkan minimal dua orang saksi
Jika seseorang melihat hilal tetapi kesaksiannya ditolak, ia tetap wajib berpuasa tetapi tidak bisa berhari raya sendiri.
3. Metode Lain
Ada metode lain yang kurang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, seperti menggunakan pasang surut air laut atau pola angin sebagai tanda masuknya bulan baru. Metode ini tidak dianjurkan karena tidak sesuai dengan dalil maupun standar ilmiah modern.
D. Peran Negara dalam Penentuan Hilal
Dalam masyarakat Islam, negara memiliki peran penting dalam menetapkan awal bulan Hijriyah. Negara berwenang memastikan kesatuan keputusan agar tidak terjadi perpecahan di masyarakat. Oleh karena itu:
– Ormas Islam hanya bersifat memberikan masukan dan pertimbangan, bukan menetapkan keputusan akhir
– Jika tinggal di negara non-Muslim, sebaiknya mengikuti keputusan komunitas Muslim setempat, bukan mengikuti negara asal
Sebagai contoh, seorang Muslim yang tinggal di Jerman sebaiknya mengikuti keputusan komunitas Islam di sana, bukan mengikuti penetapan hilal di Indonesia.
Kesimpulan
Penentuan awal bulan Hijriyah adalah hal yang penting dalam ibadah Islam, terutama dalam menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Berbagai metode dan pendekatan yang ada memiliki dasar dan kelebihan masing-masing. Namun, penting bagi kita untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan mengikuti keputusan yang ditetapkan oleh otoritas resmi guna menghindari perpecahan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas dan membantu kita dalam menyikapi perbedaan pendapat dengan bijak. Jika terdapat kesalahan atau kekurangan, kami sangat terbuka untuk menerima koreksi dari kaum Muslimin.