PPDB 2024 mulai dan dilema kesejahteraan guru

No comments
students and teacher in the classroom near brown table
Photo by Yan Krukau on Pexels.com

 

PPDB 2024 mulai dan dilema kesejahteraan guru. Mendidik adalah pekerjaan mulia. Baik buruknya sebuah entitas, tergantung kualitas pendidikannya. Perhatian yang baik terhadap pendidikan, kemajuan tidak ragu lagi ada di dalam genggaman. Masyarakat akan mudah bersikap dengan landasan berfikir yang tepat.

Namun sebaliknya, abai dalam pendidikan, maka lambat laun kemunduran akan terjadi. Kebodohan merajalela. Sikap tak terdidik mewarnai kehidupan. Akhirnya keterbelakangan menjadi natijahnya.

Hari ini, kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah mengalami peningkatan. Wajib belajar semakin naik gradenya. Kalau dulu wajib belajar 9 tahun. Sekarang bertambah; wajib belajar 12 tahun. Selebihnya kesadaran masyarakat untuk melanjutkan ke jenjang di atasnya semakin membaik.

Namun dalam kondisi tertentu hubungan antara guru dan kesejahteraan guru masih ada ketimpangan. Ada yang masih mendapatkan perhatian kurang memuaskan, bahkan tidak memuaskan. Di sisi lain ada sebagian yang sudah mapan dalam kesejahteraan yang aman.

Kesejahteraan harus menjadi perhatian, namun jangan sampai karena urusan kesejahteraan merapuhkan pendidikan.

Berikut rambu-rambu yang di tulis oleh Najih Ibnu Abdul Hameed. Beliau menulis ini sebagai tanggapan adanya statemen seseorang yang mengizinkan anaknya yang hafiz quran untuk kerja di pabrik. Di sana lebih tinggi gajinya dari pada di lembaga pendidikan.

Hitungannya sangat jauh  jika dibandingkan dengan gajinya di pabrik. Di lembaga pendidikan agama sangat minim. Di komentar itu juga ada kritikan adanya lembaga pendidikan yang biayanya sangat tinggi, namun perhatian kepada guru ynag berkaitan kesejahteraan sangat minim.

 Kondisi Pertama

Jika Anda pelajar agama, jomblo yang tidak memiliki beban tanggung jawab istri dan anak, biaya hidup Anda masih dijamin orang tua, maka mengajarlah untuk mengabdi, jangan nuntut bayaran apalagi bayaran mahal. Anda berada di maqam tajrid.

Kondisi Ke Dua

Jika Anda sudah berkeluarga, ada anak istri yang wajib dinafkah, sedangkan Anda memiliki pekerjaan utama yang cukup untuk sumber ekonomi, maka bekerjalah, dan mengajarlah di waktu luang, untuk mengabdi, jangan menjadikan ilmu agama sebagai sumber penghasilan utama. Anda di maqam asbab.

Kondisi Ke Tiga

Jika Anda berkeluarga, tidak memiliki pekerjaan kecuali mengajar, sedangkan bisyaroh dari mengajar tidak cukup untuk memenuhi kewajiban memberi nafkah keluarga, maka carilah pekerjaan lain selain mengajar. Mengajar adalah ibadah fardhu kifayah sedangkan mencari nafkah adalah fardhu ain bagi Anda. Maka utamakan yang lebih wajib. Setelah menemukan pekerjaan, kembalilah ke poin 2.

Kondisi Ke Empat

Jika Anda berkeluarga, tidak memiliki pekerjaan kecuali mengajar, sedangkan bisyaroh dari mengajar sudah mencukupi untuk nafkah, minimal UMR, maka mengajarlah dengan serius sepenuh hati, niat mengabdi, niat berdakwah, jangan niat mengajar untuk mendapat upah, karena Anda memang ditempatkan oleh Allah pada maqam tajrid.

Kondisi Ke Lima

Jika Anda sebagai pengelola pendidikan, kyai, kepala sekolah, pemerintah, sedangkan sekolah/pesantren yang Anda kelola adalah kelas atas, artinya mayoritas wali murid punya kemampuan untuk membayar SPP, atau memiliki unit usaha, atau dibantu pemerintah, maka hargailah waktu tenaga dan pikiran para guru yang Anda pekerjakan. Berikan bisyaroh yang layak, minimal setara guru PNS. Jangan jadikan mereka budak untuk memperkaya lembaga dan pengelola, dengan alasan agama.

Kondisi Ke Enam

Jika Anda pengelola pendidikan, kebetulan berada di daerah pinggiran, yang ekonomi wali murid rata rata menengah ke bawah, tidak memungkinkan untuk menarik SPP mahal, maka carilah guru dari golongan poin 1 atau 2 dengan kesepakatan di awal, berapa bisyaroh yang akan mereka terima. Jangan memaksakan guru yang posisi di poin 3 atau 4 untuk kerja bakti di lembaga Anda. Apalagi mengancam mereka yang kebetulan alumni pesantren “kalau kamu tidak mau mengajar tanpa bayaran, dan memilih bekerja di pabrik, maka ilmu kamu tidak bermanfaat”

Penting

masing-masing.” Dudukkan di posisi masing masing. Jangan memaksakan satu ketentuan untuk menghukum kondisi orang yang berbeda beda”.

Selanjutnya guna menaetralisir keadaan, ada permintaan agar tulisan beliau dibagi untuk menetralisis keadaan. Komentar negatif sudah tidak ada lagi. “Bagikan status ini untuk menetralkan komentar negatif yang berkeliaran terkait pesantren dan alumni tahfiz yang memilih kerja di pabrik.”

Akhirnya ada penegesan dalam rambu-rambu tersebut. “ Jika Anda adalah orang tua, ingat kewajiban mendidik anak adalah kewajiban orang tua, bukan kewajiban guru. Maka, ketika orang lain telah mencurahkan ilmu, pikiran, dan umurnya untuk menggantikan kewajiban Anda, sudah selayaknya Anda membayar mahal untuk memuliakan mereka. Terutama bila Anda mengetahui guru guru yang mendidik anak Anda berada di poin 1, 2, 3, dan 6. Ini bukan tentang guru tapi tentang keberkahan ilmu anak Anda.

Semoga pendidikian semakin membaik dan berkembang. Berisik urusan kesejahteraan lekas tersolusi dengan menempatkan sikap yang tepat oleh pihak-pihak  yang berkepentingan. PPDB 2024 mulai dan dilema kesejahteraan guru bisa terurai.

Also Read

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar