Santriwati Membunuh Ustadzah, Sebuah Peristiwa Sarat Perhatian

No comments
ilustrasi gambar pembunuhan
A vertical grayscale shot of a male getting out of a room with an iron door

Seorang santriwati membunuh ustadzahnya. Sakit hati itu masih mengendap di dalam hati. Kali pertama mendapatkan hukuman, ustadzah itu menjemurnya beberapa waktu. Teguran dan hukuman tidak menjerakan.

Pada kesempatan lain, ia kabur dari pesantren. Ternyata pengurus pondok mengetahui. Pada akhirnya ganjaran baru diarahkanya. Ia harus menulis 2 juz. Sebanyak itu ia tulis; dan selesai.

Bukan menyadari dan melakukan perubahan, namun rasa sakit hati yang membuncah. Usai menjalankan hukuman., bisikan hati mengarahkan berbuat sesuatu. Balas dendam.

Menjelang tengah malam ia mengendap ke rumah sang Ustadzah. Jendela rumah sang ustadzah ia paksa buka. Lewat jendela dia masuk rumah. Sunyi di dalam. Niat jahatnya terus berjalan. Hingga ketemu dapur dan mengambil pisau dari sana.

Berbekal pisau yang didapat, ia menganiaya guru yang menjadi tanggung jawabnya; guru yang menjadi orang tua kedua baginya. Tusukan dan sayatan bertubi-tubi ia lancarkan. Luka menganga ada di tubuh sang guru.

Keributan pun terdengar, banyak orang berdatangan. Namun naas, sang Ustadzah meninggal. Sedih. Dengan kondisi yang parah, pertolongan yang diberikan tidak mampu menyelamatkan. Berakhir tragis dan mengenaskan. Alangkah memilukan peristiwa ini.

Kesedihan  menghampiri dunia pendidikan. Pesantren sebagai lambang institusi perbaikan akhlak menjadi sorotan. Kembali terjadi kesekian kali cedera, luka dan kematian terjadi di lembaga pendidikan.

Awal Sebuah Pendidikan

keluarga memperhatikan anak
keluarga memperhatikan anak designed by freepik.com

Karakter santriwati yang begitu tega, sadis dan kejam, tidak serta merta muncul ada rangkaian di belakang yang menyebabkannya. Pada umumnya lingkungan paling awal menjadi pembentuknya. Interaksi dia di keluarga bersama orang tua mempengaruhi pola sikap dan tindakannya.

Menurut Ayoe Sutomo, M.Psi., Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga, Menjadi orangtua yang bijak untuk anak-anak mudah diucapkan tapi sulit diimplementasikan.

Sikap bijak dalam mendidik anak merupakan sebuah prinsip pengasuhan yang harus dipahami oleh orangtua. Karena 20% karakter anak terbawa dari lahir, dan sebanyak 80% dari peran pengasuhan orang tua.

Dari keluarga pendidikan bermula, maka perhatian dalam sisi ini menjadi sebuah keharusan. Penanaman adab dimulai semenjak dini. Anak perlu dikenalkan mana yang baik -mana yang buruk. Orang tua mencontohkan bagaimana bersikap dalam keduanya.

Jika beban pendidikan diberikan ke sekolah saja, maka akan berbiaya sangat mahal. Sekolah harus mengeluarkan anggaran yang besar untuk bisa menyamai peran orang tua.

Peneliti yang bernama Karen Smith Conway, profesor ekonomi di University of New Hampshire, dan rekannya Andrew Houten Ville, rekan peneliti senior di New Editions Consulting, mengatakan

“upaya orang tua secara konsisten dikaitkan dengan tingkat pencapaian yang lebih tinggi, dan besarnya pengaruh upaya orang tua sangat besar. Kami menemukan bahwa sekolah-sekolah perlu meningkatkan pengeluaran per murid lebih dari $1.000 untuk mencapai hasil yang sama dengan yang diperoleh dengan keterlibatan orang tua..”

Pendidikan keluarga adalah yang utama sebelum masuk ke sekolah. Ramayulis Tuanku Khatib mengatakan

“Pendidikan yang pertama dan utama memang dimulai dari orang tua. Ini karena hubungan sosial pertama seorang anak adalah dengan kedua orang tuanya.

Pendidikan nonformal ini secara tidak sadar adalah yang paling tepat dalam membangun karakter, watak, tabiat, anak berdasarkan nilai agama, moral, sosial, dan budaya. Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan unit yang pertama dalam masyarakat.

Dalam keluarga juga lah terjadinya proses sosialisasi dan perkembangan individu mulai terbentuk.

Berangkat dari titik ini, maka pendidikan keluarga harus mendapatkan prioritas. Siapapun yang menjadi orang tua, hendaknya memperhatikan kematangan dalam menyiapkan lingkungan pendidikan bagi anak.

Hingga kelak sang buah hati siap menyambung pendidikan mereka di lingkungan yang lebih luas dan komplek.

Bekal Sekolah; Penanaman Adab

memuji anak didik

Setelah keluarga, sekolah adalah tempat menyemai pendidikan bagi anak. Bekal utama yang harus diberikan kepada anak adalah adab. Ada pepatah mengatakan  “Pentingnya adab sebelum ilmu.”

Sebelum jauh berkutat dengan ilmu, hendaknya anak mendapatkan adab yang mencukupi. Dengan adab anak akan bersikap dengan baik di setiap tempat dan keadaan.Hingga saat nanti ilmu mulai bersemayam pada diri anak, maka dampaknya lekas bermunculan.

Al Hasan mengatakan “Ketika seseorang menuntut ilmu maka tak lama berselang, dampaknya akan terpancar dari  dari kekhusyukan, perangai, tutur kata, penglihatan, dan tangannya.”

Pancaran dari ilmu yang didapatkan tidak lepas dari pendasaran adab yang matang. Anak akan siap dalam berbagai keadaan. Dia sudah memiliki rumusan sikap terhadap keadaan tersebut.

Saat Di Sekolah

lingkungan sekolah

Tidak menutup kemungkinan juga, bahwa sekolah menjadi pemberi dampak yang buruk bagi perkembangan anak. Lingkungan yang toxic sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Gangguan psikis kerap terjadi jika seorang anak terlibat dalam pergaulan toxic di sekolah.

Toxic relationship dapat diartikan sebagai sebuah hubungan antar insan yang mengandung racun yaitu hubungan yang akan berdampak buruk pada penciptaan rasa kebahagiaan dan kesehatan mental seseorang.

Sayangnya, banyak orang tidak menyadari atau belum merasa bahwa mereka sedang terjebak dalam kondisi seolah-olah zona aman dan nyaman seperti ini.

Prestasi anak tidak berkembang, kepribadian bermasalah dan lain sebagainya adalah bagian dari dampak lingkungan yang buruk. Maka penting bagi sekolah untuk mengendalikan lingkungan bagi murid.

Jangan sampai sekolah menjadi media semai yang subur bagi  sikap-sikap yang tidak baik. Sebab jika sekolah abai terhadap kehidupan sosial di sekolah, peluang anak menyeleweng dari visi sekolah sangat besar.

Kembali kepada ananda santri wati yang tega berbuat sesadis itu, perlu menjadi pelajaran bagi siapapun untuk mengevaluasi pendidikan dalam keluarga. Juga mengevaluasi interaksi sosial dilingkungan pendidikan.

Perhatian yang tulus menjadi kata kunci dalam mendampingi anak. Orang tua menjadi pendengar yang baik bagi keluhan anak. Guru di sekolah juga menjadi mitra orang tua dalam mengawal perkembangan.

Orang tua tidak bisa lepas tangan lantaran sudah menyekolahkan anak. Sebab, sebaik apapun anak di didik di sekolah, jika orang tua tidak peduli, maka kegagalan lebih mungkin terjadi.

Maka, interaksi lembaga sekolah dan dunia pendidikan layak diagungkan. Sinergi untuk perkembangan buah hati harus menjadi prioritas. Kerjasama keduanya akan menjadi jainan yang elok demi kesejahteraan anak. Jangan sebaliknya.

 

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar