Kesombongan Pendidik, Downgrade Keangkuhan?

No comments
kesombongan yang harus dihilangkan
Portrait of skeptical senior Caucasian businessman wearing shirt and tie standing with folded arms and looking at camera in boardroom

Oleh: Ainur Shoffiah

Pengantar

Guru merupakan seseorang yang alim dan selalu merasa bahwa dirinya diawasi oleh Allah ﷻ. Dia menjaga setiap amalan-amalan yang dilakukan, dari perbuatan maupun ucapannya. Kebanyakan orang berilmu selalu dipercaya oleh orang lain;  Karena dianggap memiliki pemahaman yang baik dan maklumat yang banyak.

Guru memiliki peran besar dalam pendidikan yaitu memberikan pengajaran kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah tercatat pada UU RI nomor 20 tahun 2003 pasal 3.[1]

Guru hendaknya dapat bersifat tenang, berwibawa, khusyu’, wara’, rendah hati, dan tunduk kepada Allah ﷻ.[2]

Dan menjauhi sifat-sifat tercela salah satunya adalah sombong, sombong sendiri merupakan salah satu sifat yang menyebabkan seseorang memasuki pintu gerbang keburukan dan sombong juga dapat merugikan diri sendiri dan pihak yang lain.[3]

Guru Sombong

Sombong merupakan tingkah laku dan sifat yang cenderung memuji, mengagungkan, membesarkan, dan memandang diri sendiri sebagai makhluk yang paling di atas segala-galanya.[4] Menurut bahasa sombong berasal dari bahasa Arab yaitu تَكَبَّرَ- يَتَكَبَّرُ- تَكَبَّر yang berarti sombong, congkak, dan takabbur.[5] Allah juga menjelaskan bahwa sombong merupakan perilaku yang buruk, sebagaimana firman-Nya,

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِيْ الأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ

“Dan jangan kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”[6]

Ayat di atas menjelaskan untuk saling berinteraksi baik dengan sesama manusia dan anjuran untuk selalu menampilkan wajah yang berseri, penuh dengan rendah hati, dan bersikap lemah lembut penuh dengan wibawa.[7]

Dari penjelasan ayat di atas hendaknya seorang guru dan murid saling menghormati satu sama lain, terlebih dalam berpendapat, jika murid belajar dengan banyak guru dan juga membacakan pelajaran yang sama, tidak sepatutnya guru merasa sombong dan tidak menerima jika murid mendapatkan ilmu yang baru dari guru yang lain dan tidak mau menerima pendapat murid tersebut.[8]

Guru dan Sombong

Sebagaimana pendapat Imam Nawawi terhadap sifat seorang guru,

لَايَسْتَنْكِفُ عَنِ التَّعَلُّم مِمَّنْ هُوَ دُوْنَهُ، فِيْ سِنٍّ، أَوْ نَسَبٍ، أَوْ شُهْرَةٍ، أَوْ دِيْنٍ، أَوْ فِيْ عِلْمٍ اخَر, بَلْ يَحْرِصُ عَلَى الفَائِدَةِ مِمَّنْ كَانَتْ عِنْدَهُ، وَإِنْ كَانَ دُوْنَهُ فِيْ جَمِيْعِ هَذَا

“ Hendaknya seorang guru tidak menolak ilmu (belajar) dari seseorang yang berada di bawahnya dari sisi umur, nasab, kemasyhuran, agama, atau ilmu lain. Hendaknya guru rakus terhadap ilmu walaupun ilmu tersebut berasal dari orang yang lebih rendah dari pada dirinya.”[9]

Selayaknya guru dapat menerima ilmu baru yang didapatkan oleh murid melalui metode belajar yang lain, karena pada hakikatnya manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna, akan tetapi jika guru dapat mengakui dan menerima pendapat dari murid tidak merasa sombong atas ilmu yang telah dimiliki maka akan dapat menambah rasa percaya diri guru.[10]

Guru sebagai pendidik akan rusak citranya jika terdapat kesombongan pada dirinya dan karena sombong guru akan mengalami kesulitan dalam mengevaluasi metode pendidikannya dan murid tidak akan sulit merasa nyaman dengan keberadaan guru yang sombong.[11]

sombong, dok freepik.com
Sombong, ( dok freepik.com)

Kesombongan Masa Kini

Pada zaman sekarang banyak terjadi kasus bahwa guru merasa sombong terhadap ilmu yang telah dimiliki, sebagaimana kasus yang dilansir dari kompasiana bahwa ada seorang guru yang telah lulus dari PGP (Program Guru Penggerak) menjadi sombong, tidak hanya dengan peserta didik saja tetapi juga dengan rekan kerjanya, padahal pemerintah mengadakan program tersebut agar manfaatnya bisa disebar luaskan bukan untuk diri sendiri.[12]

Dan juga kasus yang dilansir dari yoursay.id bahwa guru merasa jika profesinya begitu mulia dari pada petani, hingga seorang murid yang orang tuanya bekerja sebagai petani menjadi korban bully karena menganggap petani adalah pekerjaan yang rendah.[13]

Saat Butuh Sombong

Guru boleh  menampakkan sikap sombongnya di hadapan murid yang dzalim; Yaitu murid merasa memilki ilmu lebih dari pada temannya atau gurunya.  Dengan itu guru boleh menampakkan kesombongannya untuk menegur perilaku tercela murid. Al-Qur’an juga menceritakan tentang nabi Musa yang memperlihatkan kesombongan dirinya;  Dengan memperlihatkan kehebatannya di depan penyihir yang diperintahkan oleh Fir’aun yang sombong.  Hingga akhirnya para penyihir tersebut beriman kepada ajaran yang di bawa oleh Nabi Musa.[14] Dan juga dikuatkan oleh pendapat Imam Nawawi al-Jawi yaitu,

التَّكَبُّرُ عَلَى الْمُتَكَبِّرِيْنَ صَدَقَةٌ

“Sombong di atas Sombong diperbolehkan”[15]

Sifat sombong yang muncul dalam diri guru dapat dihilangkan dengan beberapa cara seperti selalu mengevaluasi diri, selalu merasa merasa bahwa Allah mengawasi hamba-Nya tanpa henti dan menumbuhkan rasa tawadhu’ dengan cara bersikap lemah lembut dan berusaha menerima pendapat dan masukan dari murid.[16]

Kebanyakan guru memilki sifat sombong karena ilmu yang dimilki dan itu merupakan bencana terbesar, hendaknya seorang guru mengetahui bahwa hujjah Allah atas para ahli ilmu lebih kuat dan mengetahui bahwa kesombongan tidak layak melainkan hanya Allah saja.[17]

Kesimpulan

Sombong merupakan sifat tercel. Manusia yang tinggal di dunia ini selayaknya tidak menyombongkan dirinya. Terlebih seorang guru tidak boleh menyombongkan atas ilmu yang dimiliki. Hendaknya guru memiliki sifat tawadhu’ dan rendah diri atas  segala ilmu yang dimiliki,. Terlebih di depan anak didik yang diajar. Dengan sifat sombong  hanya akan mendapatkan akibat buruk baik di dunia maupun di akhirat.

_________________________

[1] Muhammad Ramli dan Ahmad Sayuti, “Adab Guru terhadap Murid Perspektif Imam al-Ghazali di dalam Kitab Bidâyah al-Nihâyah”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 5, No. 1, 2022, hal. 37.

[2] Ibnu Jama’ah, Adab Fondasi Ilmu, terj. Muhammad Zaini dan Tim Zaduna, cet. I, (Sukoharjo: Penerbit Taujih, Januari 2022), hal. 64-65.

[3] Ibid, hal. 83-84

[4] Abu Hamid Al-Ghazali, Tentang Bahaya Takabbur, (Surabaya: Tiga dua, 1994), hal. 7.

[5] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa Dzurriyah), hal. 365.

[6] QS. Luqman: 18.

[7] QuraisyShihab, Tafsir al-Misbâh, (Jakarta: LenteraHati, 2002) hal.138-139.

[8] Ibnu Jama’ah, Adab Fondasi Ilmu, terj. Muhammad Zaini dan Tim Zaduna, cet. I, (Sukoharjo: Penerbit Taujih, Januari 2022), hal. 221.

[9] Imam Nawawi, Majmu’ Syarhu al-Muhadzab, No. 29

[10] Muhammad bin Abdullah al-Duwaisyi, al-Mudarris wa Mahârôtu al-Taujih, (Riyadh: Daar al-Wathan, 2000), hal. 39.

[11] Muhammad Ramli dan Ahmad Sayuti, “Adab Guru terhadap Murid Perspektif Imam al-Ghazali di dalam Kitab Bidâyah al-Nihâyah”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 5, No. 1, 2022, hal. 37.

[12] Idris Apandi, “Setelah Lulus Guru Penggerak Kok Menjadi Sombong?”, dalam www.kompasiana.com, diakses pada Selasa 20 Februari 2024, 10.49 WIB.

[13] Ayu Nabila dan Budi Pratama, “Oknum Guru di Sulsel Bully Muridnya hingga Merendahkan Pekerjaan Petani”, https://yoursay.suara.com, diakses pada Selasa 20 februari 2024, 11.05 WIB.

[14] Muhammad Ramli dan Ahmad Sayuti, “Adab Guru terhadap Murid Perspektif Imam al-Ghazali di dalam Kitab Bidâyah al-Nihâyah”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 5, No. 1, 2022, hal. 37-38.

[15] Muhammad Nawawî al-Jâwî, Marâqî al-‘Ubûdiyyah, cet. I, (Jakarta: Dar al-Kutûb, 2010), hal. 166

[16] Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Mukhtashar Minhajul Qâshidîn, terj. Izzudin Karimi, cet. III, (Jakarta: Darul Haq, Oktober 2015), hal. 435.

[17] Jamaluddin al-Qosimi, Ihya’ Ulumuddin Imam Ghazali, cet. V, (Bekasi: Darul Falah, Oktober 2016), hal. 496.

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar