Oleh: Asyiyah Nooraini
Menghadirkan contoh dalam pendidikan adalah salah satu solusi dalam menyelesaikan sekian banyak hambatan dalam pendididikan. Teladan adalah pendidikan tanpa kata, perintah tanpa aba-aba. Memberikan contoh akan memudahkan anak didik merealisaikan ilmu yang diajarkan oleh guru.
Sejatinya seorang guru sedang membentuk kader-kader generasi masa depan.[1] Seorang guru akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada kehidupan para siswa.[2] Karena teladan yang baik dari seorang guru akan berdampak besar pada kepribadian anak didik.[3] Kepribadian anak sebagai hasil dari didikan sangat bergantung pada siapa dan bagaimana cara mendidiknya.[4] Jika seorang guru mendidik dengan cara yang tepat maka hasilnya pun akan tepat, namun sebaliknya jika guru mendidik dengan cara kurang baik maka hasilnya juga akan tidak baik.[5]
Keteladanan seorang guru bagi para siswa merupakan suatu keniscayaan sehingga guru menjadi sosok yang digugu dan ditiru serta akan selalu melekat pada diri setiap guru.[6] Seorang guru adalah manusia teladan yang segala tindakannya akan selalu dicontoh oleh para siswa.[7] Maka dari itu, seorang guru tindakannya harus sesuai dengan perkataannya.[8]
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu bahwa orang yang kata-katanya tidak sesuai dengan tindakannya maka dapat memperburuk dirinya.[9] Namun, satu tindakan keteladanan yang dilakukan guru jauh lebih mengena daripada jutaan kata-kata.[10] Seorang guru juga harus menyadari bahwa siswa secara tidak langsung akan belajar meneladani akhlak guru dengan cara mengamati tindakan guru saat proses belajar mengajar berlangsung.[11]
Seorang guru tidak boleh menyalahkan siswa saat ia makan sambil bicara tapi guru tersebut juga sering makan sambil diskusi. Tidak boleh menyalahkan siswa saat ia tidak rapi dan salah dalam memakai seragam sekolah, mungkin karena guru juga sering berseragam tidak sesuai dengan seragam hari kerja. Tidak boleh memarahi siswa jika tidak disiplin masuk sekolah, mungkin guru ada yang datang terlambat bahkan sering kesiangan.[12]
Maka dari itu sebab datangnya murka Allah ﷻ sebagaimana firman-Nya yang artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah ﷻ bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”[13]
Guru yang baik harus bisa menjadi sosok yang dapat menjadi teladan bagi siswanya baik itu ucapan maupun perbuatan. Menjadi uswatun hasanah dapat dilakukan oleh guru secara sederhana dengan bertutur kata yang baik kepada siswa, datang ke sekolah tepat pada waktunya, berpenampilan yang menarik, bersikap ramah, memberikan pujian dan kritik kepada siswa dengan baik, bersikap peka serta berupaya membantu siswa dalam menghadapi permasalahannya.[14]
Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara telah memberikan penegasan tentang hakikat seorang guru melalui semboyannya yang sangat terkenal, “Ing ngarso sung tulodho. Ing madyo mangun karso. Tut wuri handayani”, yang mempunyai makna bahwa seorang guru harus bisa memberikan keteladanan kepada siswa-siswanya baik secara ucapan maupun perbuatan. Guru juga harus bisa membangkitkan semangat siswa melalui motivasi-motivasi sehingga siswa mampu menjaga semangatnya dalam belajar. Seorang guru juga harus bisa memberikan dorongan, bimbingan, arahan, petunjuk dan perlindungan kepada siswa-siswanya sehingga mereka tetap berada dalam nilai-nilai kebenaran dan perbuatan yang baik.[15]
Dengan demikian, mendidik dengan keteladanan adalah teriobosan dalam dunia pendidikan. ribuan kata bisa terwakili dengan satu langkah kaki atau satu lambaian tangan. Maka berbuat sesuai yang dikatakan menjadi sebuat tuntutan, guru utamanya.
_________________________________________________________________________
[1] Ja’far Yusuf Al-Hadad, Kaifa Tushbihu Mu’alliman Mubdi’an, hal. 25.
[2] A. Rusdiana dan Yeti Heryati, Pendidikan Profesi Keguruan, Cet. I, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hal. 73.
[3] Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, Cet. IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009), hal. 139.
[4] Husni Mubarrok, Ketika Guru dan Siswa Saling Bercermin, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017), hal. 78.
[5] Ibid.
[6] Ibid, hal. 79.
[7] Ibid.
[8] Ja’far Yusuf Al-Hadad, Kaifa Tushbihu Mu’alliman Mubdi’an, hal. 19.
[9] Muhammad Bin Abdullah Ad-Duwais, Al-Mudarris Wa Maharotut Taujih, hal. 31.
[10] Solikhin, Guru Sepanjang …, hal. 128.
[11] A. Rusdiana dan Yeti, Pendidikan Profesi …, hal. 46.
[12] Husni Mubarok, Ketika Guru dan Siswa Bercermin, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017), hal. 80.
[13] QS. Shaff ayat 2-3.
[14] Husni Mubarok, Ketika Guru …, hal. 80.
[15] Ibid, hal. 81.
Satu pemikiran pada “Teladan Yang Baik”